Mitos Traveling berikut ini mungkin sering anda dengar, atau bahkan pernah anda lontarkan, coba cek:
“Ngapain jalan-jalan ke luar negeri? Di Indonesia juga banyak tempat keren, kok!”
“Jalan-jalan terus nih. Kayak yang punya banyak uang aja!”
“Eh, kalau pesan hotel paling murah tuh mending lewat situs *sensor* aja!”
“Solo backpacker? Bahaya ah! Apalagi buat cewek!”
Sadar atau nggak, kalimat-kalimat di atas termasuk salah satu dari sekian mitos traveling yang kerap menyesatkan calon wisatawan. Beberapa mitos itu bahkan santer banget terdengar, sampai-sampai bikin calon wisatawan takut duluan untuk bepergian. Pernah mengalami hal seperti itu, nggak?
Padahal, hellooo, nggak semua mitos itu benar lho. Beberapa mitos itu ada yang hanya benar setengahnya saja, namun banyak juga yang murni mitos belaka.
Mitos Traveling Ini Sering Banget Menyesatkan
Nah, untuk menghindari kemungkinan terjebak dalam mitos yang menyesatkan, yuk, coba perhatikan beberapa mitos yang sering terdengar di kalangan calon traveller berikut ini. Sebagai bonus, perhatikan juga penjelasan di masing-masing mitos, dan silahkan putuskan sendiri apakah mitos-mitos tersebut benar atau salah.
1. Mitos: “Untuk Dapat Tiket Pesawat Murah, Pesannya Harus Jauh-jauh Hari Sebelum Hari-H.”
Fakta: Mitos tersebut termasuk salah satu mitos yang paling santer terdengar di kalangan calon wisatawan. Padahal, mitos tersebut nggak sepenuhnya benar. Memang sih, ada beberapa maskapai yang kerap memberikan harga promo dengan beberapa syarat dan ketentuan. Salah satunya, waktu keberangkatan (biasanya) berjarak cukup lama dari periode pembelian tiket.
Tapi, untuk tiket non-promo, ada kalanya harga menjelang hari H justru lebih murah dibanding hari lainnya. Apalagi, saat ini jumlah maskapai penerbangan sudah sangat banyak, sehingga harga tiket pun bisa sangat bersaing. Manfaatkan saja aneka situs yang membandingkan penawaran harga dari berbagai maskapai, dan kalian bisa menemukan tiket murah kapan saja.
2. Mitos: “Beli tiket pesawat di hari Selasa, harganya lebih murah dari hari lain.”
Fakta: Mitos itu kerap didengungkan berbagai situs traveling dari luar negeri, dan kadang langsung di adaptasi begitu saja oleh traveller lokal. Padahal, belum tentu itu berlaku di Indonesia. Kesimpulannya, itu cuma mitos belaka.
3. Mitos: “Jetlag terjadi karena kurang tidur selama di perjalanan.”
Fakta: Jetlag nggak ada hubungannya dengan durasi tidur. Yang benar, jetlag terjadi karena kita pergi melintasi zona waktu yang berbeda. Itulah yang membuat jam biologis kita jadi kacau.
Untuk meminimalisirnya, kalian bisa menjaga kondisi tubuh agar bugar sebelum dan selama di perjalanan dengan mengkonsumsi makanan bergizi, vitamin, dan cukup istirahat.
4. Mitos: “Travelling itu mahal dan hanya cocok untuk mereka yang punya banyak duit!”
Fakta: Traveling bukan cuma monopoli mereka yang punya budget unlimited saja. Bagi yang mengaku berkantong setipis kertas, kalian juga tetap bisa melakukan traveling kok. Caranya, pandai-pandailah memilih opsi yang paling sesuai dengan kemampuan, dan realistislah.
Nggak sanggup menginap di hotel berbintang 5? Kalian bisa menginap di akomodasi lainnya yang lebih terjangkau seperti hostel, guesthouse, atau malah melakukan couchsurfing. Tiket kendaraan pun bisa dipilih versi ekonomisnya. Dan, masih banyak lagi yang bisa kalian lakukan untuk menekan budget. Intinya sih, where there is a will, there is a way. Traveling itu mahal? Mitos banget!
5. Mitos: “Traveling cuma cocok untuk mereka yang punya waktu. Saya sih sibuk, nggak sempat jalan-jalan!”
Fakta: Pendapat tersebut nggak sepenuhnya salah, tapi nggak sepenuhnya benar. Memang sih, traveling pasti akan menyita waktu dan mengganggu rutinitas sehari-hari. But hei, traveling bisa menjadi cara yang baik untuk keluar dari rutinitas lho.
Sesekali keluar dari zona nyaman itu baik untuk me-recharge semangat, dan akhirnya membuat kalian fresh saat kembali ke rutinitas kerja. Kalaupun bingung mencari waktu yang tepat, bisa disiasati dengan mengatur manajemen waktu.
Ubah mindset “liburan kalau ada waktu luang” menjadi “mengatur waktu untuk bekerja atau sekolah agar bisa liburan”. Maka kalian bakal menyadari kalau ternyata punya cukup waktu untuk liburan walau hanya sebentar saja.
6. Mitos: “Ngapain jalan-jalan? Ngabisin duit aja ah!”
Fakta: Well, faktanya traveling memang membutuhkan uang yang tidak sedikit. Tapi, bukan berarti traveling murni hanya ngabisin duit saja. Dilihat dari segi pengalaman, traveling akan memberikan pengalaman baru yang nggak bisa dinilai dengan uang. Dan, walau sedang liburan, kalian juga bisa menghasilkan uang kok.
Misalnya saja, kalian bisa membuat liputan tentang perjalanan kalian dan menjualnya. Bisa juga dengan menjual foto-foto traveling pada pihak yang membutuhkan (asal kualitas fotonya memenuhi syarat). Dan masih banyak lagi yang bisa kalian lakukan untuk mengubah acara jalan-jalan menjadi sesuatu yang menghasilkan uang.
7. Mitos: “Solo traveling itu berbahaya. Apalagi kalau kamu perempuan!”
Fakta: Memang banyak yang beranggapan kalau bepergian sendirian itu berbahaya, terutama bagi solo traveler wanita. Tapi sebetulnya semua kembali pada persiapan masing-masing. Asalkan sudah melakukan riset mendalam tentang tempat-tempat yang akan dikunjungi, kalian dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya hal-hal negatif yang mungkin ditemukan selama traveling.
Jangan lupa juga untuk berbekal aneka tips meningkatkan keamanan bagi traveller wanita, serta selalu gunakan commons sense dimanapun kalian berada. Percayalah, solo traveling itu seru loh!
8. Mitos: “Mumpung masih single, jalan-jalan dulu sepuasnya. Kalau sudah punya anak sih, ribet!”
Fakta: Nah, mitos tersebut termasuk salah satu mitos yang nggak sepenuhnya salah, tapi juga nggak sepenuhnya benar. Faktanya, saat masih single kalian memang bisa bepergian kemanapun dengan leluasa, entah itu sendirian maupun ramai-ramai bersama teman. Biaya pun bisa ditekan seminimal mungkin.
Walau begitu, bukan berarti kalian nggak bisa seru-seruan juga bareng keluarga saat traveling. Solusinya, kalian harus berkompromi dengan beberapa hal. Misalnya saja, setelah punya anak, destinasi acara traveling pun harus memilih yang ramah anak.
Faktor biaya pun pasti lebih besar dibanding traveling sendirian. Tapi, kalau mempertimbangkan faktor pengalaman dan kebersamaan yang akan dialami bersama keluarga tercinta selama traveling, kompromi menjadi sesuatu yang masuk akal kan?
9. Mitos: “Bahasa Inggris bisa diterima di seluruh dunia.”
Fakta: Bahasa Inggris memang diakui sebagai bahasa internasional. Tapi tahukah kalian, bahasa Inggris paling-paling hanya digunakan oleh ¼ negara di dunia saja?
Dengan kata lain, jumlah negara atau bangsa yang tidak menggunakan bahasa Inggris jauh lebih banyak dibanding yang menggunakan bahasa Inggris. Jadi jangan heran kalau saat bepergian ke negara-negara non-English user, kalian mungkin akan mengalami sedikit kendala saat mencoba berkomunikasi dengan penduduk setempat.
10. Mitos: “Karena nggak semua negara ngerti bahasa Inggris, kamu harus belajar dulu bahasa negara yang akan dikunjungi sebelum main kesana”
Fakta: Menurut poin no 9, bahasa Inggris memang nggak digunakan di semua negara. Tapi jika kalian harus belajar bahasa Cina sebelum pergi ke Cina, belajar bahasa Jepang sebelum ke Jepan, dan belajar bahasa Korea sebelum ke Korea, jangan-jangan waktunya keburu habis untuk belajar dan malah nggak jadi jalan-jalan, deh.
Solusinya, memang ada baiknya jika kalian mempelajari beberapa kosa kata maupun kalimat survival sebelum pergi ke suatu negara yang asing. Namun, jika nggak sempat, nggak masalah kok. Kalian selalu bisa menggunakan bahasa tubuh hingga mimik wajah untuk bertanya pada penduduk setempat. Anggap saja kendala bahasa sebagai sebuah tantangan, dan semua akan baik-baik saja.
11. Mitos: “Pergi traveling bareng orang yang belum dikenal itu nggak banget deh! Bahaya!”
Fakta: Beberapa traveller ada yang hobi mencari teman seperjalanan untuk sharing cost traveling. Namun sebagian traveller berpendapat, sangatlah berbahaya jika bepergian bersama orang yang tidak dikenal. Apalagi kalau sampai berbagi kamar hotel.
Yah, opini tersebut mungkin ada benarnya, tapi yang pasti sih nggak 100% benar. Selain dari faktor resiko, traveling bersama orang baru sebetulnya memiliki banyak sisi positif dan keseruan lainnya. Misalnya saja, kalian memiliki kesempatan untuk menambah teman baru yang juga hobi traveling.
Kalian juga bisa melatih rasa toleransi dan kompromi dengan orang baru. Dan, siapa tahu kalian akan mendapat bocoran tempat-tempat wisata yang belum pernah dikunjungi dari teman baru tersebut. Jadi, terserah kalian apakah akan takut duluan, atau justru menganggap kalau traveling bersama orang baru adalah sebuah tantangan.
12. Mitos: “Ngapain nginep di hostel? Hostel kan cuma cocok untuk backpackers atau mahasiswa aja!”
Fakta: Dulu, hostel memang identik sebagai akomodasi untuk backpackers atau mahasiswa. Namun, seiring dengan semakin beragamnya tipe akomodasi, banyak hostel yang kini mulai berbenah diri. Mereka menawarkan fasilitas yang tak kalah dengan hotel, namun dengan rate yang (umumnya) lebih terjangkau.
Banyak juga hostel yang menawarkan kamar-kamar privat bagi traveller yang kurang cocok menginap di dormitory. Jadi, nggak ada salahnya lho mempertimbangkan untuk menginap di hostel, sekalipun kalian bukan backpackers.
13. Mitos: “Jangan coba-coba ikutan couchsurfing. Bahaya banget menginap di rumah orang yang nggak dikenal
Fakta: Pernah dengar istilah couchsurfing? Couchsurfing adalah sebuah aktifitas menginap di rumah orang asing saat kita tengah berada di sebuah tempat. Tentunya nggak semua orang asing, melainkan orang-orang tertentu saja yang bertindak sebagai host dan menawarkan rumahnya diinapi oleh orang lain.
Pertanyaannya, couchsurfing itu bahaya nggak sih? Kan kita menginap di rumah orang yang baru dikenal tuh!
Kalau ditanya seperti itu, maka jawabannya tentu saja bisa bahaya dan bisa tidak. Memang selalu ada potensi bahaya jika kita menginap di tempat yang sama sekali asing. Tapi, selalu ada cara untuk meminimalisirnya kok. Misalnya saja, kalian bisa mempelajari kredibilitas seorang host sebelum memutuskan menginap di tempatnya.
Bisa juga mengamati aneka testimoni yang diberikan oleh traveller lain. Dan, bagi traveller wanita, bisa memilih host wanita. Begitu juga jika bepergian bersama keluarga, kalian bisa memilih host yang memiliki keluarga. Selama kalian nggak malas melakukan riset host yang akan menampung selama couchsurfing, potensi terjadinya bahaya akan bisa diminimalisir.
14. Mitos: “Buku panduan wisata itu nggak selalu tepat. Yang paling oke tuh tanya langsung ke penduduk lokal!”
Fakta: Kenyataannya, buku panduan wisata memang sulit untuk 100% memberikan rekomendasi wisata. Hal tersebut karena pariwisata adalah sesuatu yang dinamis, sementara buku panduan wisata jelas bersifat statis.
Namun itu bukan berarti penduduk lokal 100% tahu obyek wisata terbaik di sebuah tempat. Apalagi jika kalian bepergian ke kota besar yang mana mayoritas karakternya individualistis. Jadi, yang paling mantap adalah mengkombinasikan antara panduan di buku wisata, sumber di internet, dan bertanya pada penduduk lokal.
15. Mitos: “Pemegang passport Indonesia bakalan ribet kalau mau jalan-jalan keliling dunia.”
Fakta: Kenyataannya, berdasarkan peringkat di passportindex.org, kekuatan passport Indonesia ‘hanya’ berada di peringkat ke-71 dari seluruh passport di dunia (atau peringkat ke 79 menurut Wikipedia). Itu berarti fleksibilitas passport Indonesia masih kalah dibanding negara-negara lain seperti Jerman, Belanda, dan Amerika.
Tapi, setidaknya masih ada 58 negara yang mengijinkan pemegang passport Indonesia untuk melenggang masuk tanpa visa, atau setidaknya mengijinkan visa on arrival. Mudah-mudahan saja untuk ke depannya passport Indonesia bisa lebih fleksibel lagi ya!
16. Mitos: “Waktu paling strategis untuk menekan budget traveling, adalah dengan berwisata pas low season”
Fakta: Sering mendengar mitos tersebut kan? Katanya, kalau kita berwisata saat low season, maka kita akan mendapat harga-harga yang lebih murah. Otomatis budget wisata pun bisa ditekan dibanding bepergian saat peak season.
Namun, banyak traveller berpengalaman akan menyarankan shoulder season sebagai tempat terbaik untuk berwisata. Shoulder season merupakan sebuah periode liburan yang berada di antara peak season dan low season. Pada shoulder season, tingkat kepadatan di obyek wisata sudah mulai berkurang, namun cuaca masih lebih bersahabat dibanding low season.
Harga-harga pun sudah tidak setinggi saat peak season. Memang sih low season mungkin saja masih lebih ekonomis dibanding shoulder season. Tapi bukankah wisata itu nggak melulu bicara soal budget saja, kan? Untuk apa mendapat harga murah kalau ujung-ujungnya kalian hanya bisa berdiam di kamar hotel karena cuaca yang kurang bersahabat? Setuju?
Bonus:
Berikut ini bocoran shoulder season di beberapa negara:
Januari – Afrika Utara
Maret – Hawaii, Brazil, India
April – Australia, Eropa Utara
Mei – Jepang
Juni – Baja
Juli – Karibia Utara
September – Afrika Selatan
Oktober – Eropa Utara
November – Pasifik Selatan, Karibia
Desember – Costa Rica
17. Mitos: “Untuk dapat harga terbaik, pesan kamar hotel lewat situs booking saja.”
Fakta: Mitos ini bisa dibilang salah satu mitos yang nggak sepenuhnya benar. Memang, untuk beberapa kasus, kalian akan mendapat banyak penawaran harga yang menarik kalau memesan melalui situs booking hotel.
Namun, ada kalanya hotel-hotel menawarkan paket bundling dengan harga yang sangat bersahabat. Traveller bijak takkan malas untuk membandingkan penawaran dari situs booking hotel dan hotel secara langsung untuk mendapat harga terbaik.
18. Mitos: “Kalau lagi jalan-jalan, jangan jajan di pinggir jalan. Bisa bikin sakit, lho! Mending makan di restoran saja deh!”
Fakta: Satu lagi mitos traveling yang bisa dibilang nggak 100% benar. Memang sih jajanan di pinggir jalan cenderung kurang higienis, dan makanan di restoran sekilas akan terasa lebih bersih. Tapi, hey, bukankah penduduk setempat juga mengkonsumsi makanan tersebut?
Lagipula, acara jalan-jalan belum lengkap kalau belum mencoba kuliner pinggir jalan. Dan, kalian juga nggak bisa 100% yakin kalau kuliner di restoran pasti lebih bersih, karena kalian tidak bisa melihat proses persiapan sebelum makanan itu disajikan. Setuju?
Jadi, jangan ragu untuk icip-icip kuliner pinggir jalan ya! Hanya saja, untuk meminimalisir potensi terkena penyakit yang bisa merusak acara traveling, kalian wajib memperhatikan kebersihan kuliner yang ingin diicipi. Jangan mengkonsumsi panganan yang kalian sendiri nggak yakin bisa menyantapnya jika dilihat dari segi kebersihan dan juga jenisnya.
* * * * *
Dari sekian banyak mitos traveling di atas, mana yang paling banyak kalian dengar? Atau mungkin, ada mitos traveling lain yang belum tertulis di atas? Feel free to share ya!